Pakaian budbahasa Bali merupakan salah satu pakaian budbahasa yang unik dan bervariasi. Pakaian budbahasa bali memiliki keagungan dan gambaran tersendiri. Dari pakaian budbahasa yang dikenakan, sanggup diketahui status ekonomi dan perkawinannya.
Pakaian budbahasa bali dikenakan oleh laki-laki dan perempuan. Setidaknya terdapat tiga jenis pakaian budbahasa yang biasa dikenakan masyarakat Bali. Pertama, pakaian untuk program keagamaan. Kedua, pakaian untuk program perkawinan. Ketiga, pakaian untuk sehari-hari.
Contohnya pemakaian sanggul oleh perempuan Bali ketika ke pura. Remaja putri menggunakan sanggul/pusung gonjer sendangkan perempuan remaja yang sudah menikah mengenakan sanggul/pusung tagel.
Pakaian budbahasa Bali yang paling glamor yakni Busana Agung. Pakaian ini biasanya dikenakan dikala rangkaian program potong gigi atau perkawinan. Pakaian Adat Bali
Ada beberapa variasi dari Busana Agung dilihat dari tempat, waktu, dan keadaan. Kain yang digunakan dalam pakain budbahasa Bali yang satu ini yakni wastra wali khusus untuk upacara atau wastra putih sebagai simbol kesucian. Tapi, tak jarang pula kain dalam pakaian budbahasa Bali ini diganti dengan kain songket yang sangat pas untuk mewakili kemewahan atau prestise bagi pemakainya.
Sedangkan untuk kaum laki-laki Bali selain mengenakan kain tersebut sebagai pakaian budbahasa Bali mereka juga mengenakan kampuh gelagan atau biasa disebut dodot yang digunakan sampai menutupi dada.
Sementara, perempuan Bali sebelum mengenakan Busana Agung biasanya menggunakan kain lapis dalam yang disebut sinjang atau tapih untuk mengatur langkah perempuan supaya terlihat anggun.
Pakaian budbahasa Bali selain mempunyai nilai keindahan, tapi di dalamnya juga tersimpan nilai – nilai filosofis dan simbolik yang tersembunyi dalam bentuk, fungsi, serta maknanya. Itulah sebabnya dalam pakaian budbahasa Bali dihiasi oleh banyak sekali ornamen dan simbol yang mempunyai arti tersindiri.
Kelengkapan Pakaian Adat Bali
Kelengkapan pakaian budbahasa Bali terdiri dari beberapa item. Item tersebut antara lain kamen untuk pria, songket untuk laki-laki dan wanita, udeng untuk laki-laki dan sanggul lengkap dengan tiaranya untuk wanita. Disamping itu laki-laki Bali menyematkan keris, sedangkan perempuan membawa kipas sebagai pelengkapnya.
Pakaian budbahasa Bali mempunyai nilai filosofi yang dalam. Filosofi pakaian budbahasa Bali dalam hampir sama dengan kebanyakan pakaian budbahasa tempat lain dalam beberapa hal, akan tetapi lantaran Bali juga merupakan salah satu tempat yang sudah populer diseluruh dunia dan disakralkan, maka filosofi pakaian budbahasa Bali sekarang menjadi penting dalam eksistensinya. Pakaian budbahasa Bali mempunyai standardisasi dalam kelengkapannya.
Pakaian budbahasa Bali lengkap umumnya digunakan pada upacara adat/keagamaan atau upacara perayaan besar. Sedangkan pakaian budbahasa madya digunakan dikala melakukan ritual sembahyang harian atau dikala menghadiri program yang menggembirakan ibarat misalnya ketika pesta kelahiran anak, kelulusan anak, sukses memperoleh panen, atau penyambutan tamu.
Filosofi pakaian budbahasa Bali pada dasarnya bersumber pada pedoman Sang Hyang Widhi, yakni Tuhan yang diyakini menawarkan keteduhan, kedamaian dan kegembiraan bagi umat Hindu yang mempercayainya.
Setiap tempat mempunyai ornamen berbeda yang mempunyai arti simbolis dalam pakaian adatnya masing-masing. Meskipun demikian, pakaian budbahasa Bali intinya yakni sama, yakni kepatuhan terhadap Sang Hyang Widhi. Pakaian ini juga seringkali digunakan untuk membedakan tingkat kasta, yang merupakan buatan insan itu sendiri. Di hadapan Maha Pencipta, insan semua yakni sama derajatnya. Selain sebagai wujud penghormatan kepada sang pencipta, pakaian budbahasa Bali merupakan suatu bentuk penghormatan kepada pengunjung/tamu yang datang. Ini yakni sesuatu yang umum, mengingat bila anda sebagai tamu maka akan merasa terhormat bila disambut oleh pemilik rumah yang berpakaian anggun dan rapi.